SURVEI HIGIENE SANITASI PEDAGANG MAKANAN JAJANAN SERTA
DAMPAK PENCEMARAN MIKROBIOLOGIS DI PASAR TRADISIONAL MERJOSARI KOTA MALANG
Desi Wulansari, Nur’iza Rozak Ma’rufah,
Tiara Cahyaning Putri, Waqiatus Sholiha
Program
Studi Pendidikan Biologi Universitas Muhammadiyah Malang
ABSTRAK
Makanan
merupakan kebutuhan mendasar bagi hidup manusia. Makanan tersebut sangat
mungkin sekali terkontaminasi sehingga dapat menyebabkan keracunan. Keracunan
makanan yang disebabkan oleh adanya cemaran mikrobiologis pada makanan masih
banyak terjadi setiap tahun.
Upaya
higiene dan sanitasi makanan pada dasarnya meliputi penjamah makanan, proses
pengolahan, penyimpanan, dan penyajian makanan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui aspek higiene sanitasi pedagang makanan serta dampak pencemaran mikrobiologis
melalui aspek pengolahan, penyimpanan dan penyajian makanan di pasar Merjosari
Kota Malang tahun 2013. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data
observasi dan wawancara kepada 5 penjual dan 5 konsumen makanan jajanan di
wilayah hunian kota Malang.
Berdasarkan Kepermenkes No.942/Menkes/SK/VII/2013
tentang pedoman persyaratan Higiene dan Sanitasi Makanan Jajanan, hasil penelitian
menunjukkan bahwa aspek higiene sanitasi perorangan masih rendah yaitu mencapai
skor 25% , aspek higiene sanitasi tempat dan fasilitasnya masih rendah yaitu
hanya mencapai skor 35% dan aspek higiene sanitasi peralatan dan perlengkapan masih
sangat rendah yaitu mencapai skor 20%.
Diharapkan
kepada penjamah makanan di pasar jajanan agar lebih meningkatkan pengetahuan
mengenai higiene dan sanitasi makanan dan diharapkan pula kepada Dinas
Kesehatan Kota Malang agar lebih meningkatkan penyuluhan tentang higiene dan
sanitasi makanan kepada penjamah makanan yang ada di pasar Kota Malang.
Kata kunci: Hygiene, Sanitasi, Makanan, Dampak.
ABSTRACT
Food is fundamental to
human life needs. The food is very likely contaminated so that it can cause
poisoning. Food poisoning caused by the presence of impurities on the purity of
food still has much going in.
Hygiene food and
sanitation efforts basically includes penjamah food, processing, storage and
serving of food. This research aims to know the aspects of hygiene and food
sanitation and purity of food hawker impact through aspects of processing,
storage and serving of food in the market town of Malang Merjosari by 2013.
This research Used data collection method of observation and interviews to the
seller and the consumer 5 5 food hawker at a residential area of the city of
malang.
Based on
Kepermenkes No. 489/Menkes/SK/VII/2013 Hygiene requirements and guidelines on
Sanitary Food hawker, the results showed that the aspects of hygiene and
sanitation in the food market and Malaysia in terms of food processing aspects
are still very low, reaching only score 25% and aspects of hygiene and
sanitation in the food market and Malaysia in terms of aspects of food storage
is still very low, reaching only score 35% and aspects of hygiene and
sanitation in the food market and Malaysia in terms of food serving aspect is
still low, namely achieving a score of 20%.
Expected to penjamah
food on the market in the past in order to further improve knowledge about
hygiene and sanitation of food and is expected also to health services of
Malang to improve public awareness about hygiene and sanitation to food
penjamah food that is in the market town of Malang.
Keywords: Hygiene, sanitation, food,
impact.
PENDAHULUAN
Makanan merupakan kebutuhan mendasar
bagi hidup manusia. Makanan yang dikonsumsi beragam jenis dengan berbagai cara
pengolahannya (Santoso, 1999). Makanan-makanan tersebut sangat mungkin sekali
menjadi penyebab terjadinya gangguan dalam tubuh kita sehingga kita jatuh
sakit. Salah satu cara untuk memelihara kesehatan adalah dengan mengkonsumsi
makanan yang aman, yaitu dengan memastikan bahwa makanan tersebut dalam keadaan
bersih dan terhindar dari wholesomeness (penyakit). Banyak sekali hal yang dapat menyebabkan
suatu makanan menjadi tidak aman, Salah satu di antaranya dikarenakan
terkontaminasi (Thaheer, 2005).
Kontaminasi yang terjadi pada makanan dan minuman dapat menyebabkan makanan
tersebut dapat menjadi media bagi suatu penyakit. Penyakit yang ditimbulkan
oleh makanan yang terkontaminasi disebut penyakit bawaan makanan (food-borned
diseases) (Susanna, 2003). Penyakit bawaan makanan merupakan salah satu permasalahan
kesehatan masyarakat yang paling banyak dan paling membebani yang pernah
dijumpai di zaman modern ini. Penyakit tersebut menimbulkan banyak korban dalam
kehidupan manusia dan menyebabkan sejumlah besar penderitaan, khususnya di
kalangan bayi, anak, lansia dan mereka yang kekebalan tubuhnya terganggu (WHO,
2006).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoma Persyaratan
Higiene Sanitasi Makanan Jajanan, terdapat beberapa aspek yang diatur dalam
penanganan makanan jajanan, yaitu penjamah makanan, peralatan, air, bahan
makanan, bahan tambahan makanan, penyajian dan sarana penjaja. Beberapa aspek
tersebut sangat mempengaruhi kualitas makanan.
Banyak jajanan yang kurang memenuhi
syarat kesehatan sehingga justru mengancam kesehatan (Khomsan, 2003). Sebagian
besar makanan jajanan anak sekolah merupakan makanan yang diolah secara
tradisional yang dijajakan oleh pedagang kaki lima.
Penelitian Djaja (2003) di 3 (tiga)
jenis tempat pengelolaan makanan (TPM) menyimpulkan bahwa pedagang kaki lima
berisiko 3,5 kali lipat terhadap terjadinya kontaminasi makanan dibandingkan
dengan usaha jasa boga, restoran dan rumah makan. Kontaminasi makanan pada
pedagang kaki lima dapat terjadi karena sanitasi dapur pengolahan makanan dan
tempat penyajian makanan mungkin belum memenuhi persyaratan kesehatan.
Makanan tradisional pada umumnya
memiliki kelemahan dalam hal keamanannya terhadap bahaya biologi atau
mikrobiologi, kimia atau fisik. Adanya bahaya atau cemaran tersebut seringkali
terdapat dan ditemukan karena rendahnya mutu bahan baku, teknologi pengolahan,
belum diterapkannya praktik sanitasi dan higiene yang memadai dan kurangnya
kesadaran pekerja maupun produsen yang menangani makanan tradisional
(Nanuwasa,2007).
Menurut Tamaroh (2002) beberapa faktor
yang menentukan keamanan makanan di antaranya jenis makanan olahan, cara
penanganan bahan makanan, cara penyajian, waktu antara makanan matang
dikonsumsi dan suhu penyimpanan baik pada bahan makanan mentah maupun makanan
matang dan perilaku penjamah makanan itu sendiri.
Menurut Kusmayadi (2007) terdapat 4 (empat)
hal penting yang menjadi prinsip higiene dan sanitasi makanan meliputi perilaku
sehat dan bersih orang yang mengelola makanan, sanitasi makanan, sanitasi peralatan
dan sanitasi tempat pengolaha makanan dapat terkontaminasi mikroba karena
beberapa hal, di antaranya adalah menggunakan kain lap kotor untuk membersihkan
meja, perabotan bersih dan lain-lainnya serta makanan disimpan tanpa tutup
sehingga serangga dan tikus dapat menjangkaunya serta pengolah makanan yang
sakit atau karier penyakit (Slamet,1994).
Berdasarkan latar belakang di atas maka
kami tertarik untuk melakukan studi identifikasi higiene dan sanitasi pada
pedagang makanan jajanan serta dampak mikrobiologis di Pasar Merjosari Kota
Malang. berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia makanan Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang
Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan yang telah dimodifikasi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui penerapan higiene dan sanitasi pada pedagang makanan jajanan serta
dampak pencemaran mikrobiologis di Pasar Merjosari Kota Malang.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan sebuah
penelitian deskriptif yang di dilakukan
dengan cara metode pengumpulan data observasi dan wawancara kepada 5
penjual makanan jajanan di pasar Merjosari Kota Malang dan 5 konsumen makanan
jajanan di wilayah hunian kota malang.
Data yang diperlukan dalam penelitian
ini adalah data primer yang berupa penerapan higiene sanitasi pada pedagang
makanan jajanan tradisional yang meliputi higiene perorangan penjamah makanan,
penyajian serta sanitasi sarana penjaja makanan jajanan tradisional yang
diperoleh dari hasil observasi menggunakan checklist.
Data sekunder pada penelitian ini berupa gambaran umum 5 (lima) pedagang
makanan jajanan yang ada di lingkungan Pasar Merjosari Kota Malang.
HASIL PENELITIAN
1)
Higiene Pada Perorangan
Pedagang Makanan Jajanan
Distribusi
responden berdasarkan higiene perorangan responden dapat dilihat dalam
diskripsi berikut:
Berdasarkan pada
hasil penelitian dari 5 responden terdapat 35% responden yang higiene
perorangannya sudah baik dan terdapat 65% responden yang higiene perorangannya
tidak baik.
a. Berdasarkan
dari pengamatan langsung pada 5 penjual makanan, ternyata 100% responden
terbiasa berbicara didepan makanan dan tidak menggunakan masker penutup mulut.
b. Berdasarkan
pada pengamatan langsung tentang riwayat penyakit yang mudah menular, ternyata
tidak seorang pun responden yang sedang menderita penyakit mudah menular
c. Berdasarkan
pada pengamatan dan wawancara langsung pada responden saat penelitian, ternyata
semua responden tidak memiliki luka dan atau bisul pada tubuhnya.
d. Berdasarkan
pengamatan ada 40% pedagang yang menggunakan celemek saat berjualan.
e. Sebagian
besar (96,9%) responden tidak mencuci tangan saat hendak menjamah makanan.
2)
Higiene
sanitasi peralatan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
942/Menkes/SK/2003 mengatur tentang cara untuk menjaga kebersihan peralatan.
Berdasarkan pengamatan selama penelitian tidak ditemukan satupun responden yang
melakukan pencucian peralatan dengan benar. Beberapa responden mencuci
peralatan tanpa menggunakan sabun, peralatan hanya dicelupkan ke dalam seember
air pencuci yang sudah kotor.
Disimpulkan bahwa hanya 20%
responden yang sanitasi peralatannya sudah baik, sedangkan sisanya sebesar 80%
responden memiliki sanitasi yang tidak baik dari segi peralatannya.
3)
Sanitasi
Penyjian Makanan Jajanan
Berdasarkan hasil penelitian
terdapat 25% responden yang menyajikan makanan jajanan dalam keadaan sanitasi
yang tidak baik. Hasil pengamatan menunjukkan sebanyak 75% responden menjajakan dagangannya dalam
keadaan terbuka.
4)
Higiene
sanitasi tempat dan fasilitasnya
Berdasarkan hasil penelitian dari 5
responden terdapat 25% responden memiliki sarana penjaja yang sudah baik dan
terdapat 75% responden yang memiliki sarana penjaja yang sanitasinya tidak
baik.
5)
Dampak
Pencemaran Mikroba Pada Makanan Jajanan
Dari
hasil wawancara terhadap 5 konsumen makanan jajanan pasar satu konsumen
menyatakan dirinya terkena Deman tifoid (penyakit tifus). satu konsumen sering
terkena Batuk.
PEMBAHASAN
1)
Karakteristik
Penjual
a) Jenis
Kelamin
Berdasarkan
pada hasil penelitian menunjukkan jumlah yang hampir sama pada dua kelompok
responden berdasarkan jenis kelamin. Dari
pedagang makanan jajanan tradisional sebagai responden terdapat 52,2%
responden berjenis kelamin prempuan dan 47,8% responden berjenis kelamin
laki-laki.
b) Masa
Kerja
Berdasarkan
pada hasil penelitian dari 5 responden terdapat 47,8% responden telah bekerja
sebagai pedagang makanan jajanan tradisional selama 1-5 tahun dan hanya 8,7%
responden telah bekerja lebih dari 10 tahun.
2) Higiene
Perorangan Pedagang Makanan Jajanan
Berdasarkan pada hasil penelitian
dari 5 responden terdapat 35% responden yang higiene perorangannya sudah baik
dan terdapat 65% responden yang higiene perorangannya tidak baik. Berdasarkan
pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942/Menkes/SK/2003
terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi penjamah makanan jajananya
sebagai berikut:
a) Berdasarkan
dari pengamatan langsung pada 5 penjual makanan, ternyata 100% responden
terbiasa berbicara didepan makanan dan tidak menggunakan masker penutup mulut.
Sehingga menyebabkan bakteri didalam mulut mengkontaminasi makanan.
"Bersugi itu membersihkan mulut dan menjadikan
Tuhan redha." (Riwayat Ahmad,
an-Nasai, Ibn Hibban)
b) Berdasarkan
pada pengamatan langsung tentang riwayat penyakit yang mudah menular, ternyata
tidak seorang pun responden yang sedang menderita penyakit mudah menular pada
saat penelitian, seperti menderita batuk, pilek, influenza, diare dan penyakit
perut sejenis diare. Penjamah makanan dapat menjadi sumber pencemaran terhadap
makanan, terutama apabila penjamah makanan sedang menderita suatu penyakit atau
karier.
Islam meletakkan suatu kaidah
kesehatan yang sangat penting untuk mengantisipasi penyakit menular, seperti
kolera, tha’un, dan sopak.
حَدِيْثُ أُسَامَةَ بْنُ زَيْدٍ قَالَ: قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ “اَلطَّاعُوْنَ رِجْسٌ، أُرْسِلَ
عَلَى طَائِفَةٍ مِنْ بَنإِسْرَ ائِيْلَ،
أَوْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، فَإِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلَا
تَقْدَمُوْا عَلَيْهِ. وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا
تَخْرُجُوْا فِرَارًا مِنْهُ. (وَ فِى رِوَايَةٍ) لَا يُخْرِجُكُمْ إِلَّا
فِرَارًا مِنْهُ”
Artinya:
1433.
Usamah bin Zaid r.a. berkata: “Rasulullah saw. Bersabda: “Tha’un (wabah cacar)
itu suatu siksa yang diturunkan Allah kepada sebagian Bani Isra’il atau atas
umat yang sebelummu. Maka bila kamu mendengar bahwa pentakit itu berjangkit di
suatu tempat, janganlah kalian masuk ke tempat itu, dan jika di daerah di mana
kamu telah ada di sana maka janganlah kamu keluar dari daerah itu karena
melarikan diri dari padanya”. (HR.
Bukhari dan Muslim)
c) Berdasarkan pada pengamatan dan wawancara
langsung pada responden saat penelitian, ternyata semua responden tidak
memiliki luka dan atau bisul pada tubuhnya.
Luka
menyebabkan bakteri pada kulit akan masuk ke bagian dalam kulit dan terjadilah
infeksi. Adanya luka koreng atau luka bernanah mempunyai risiko yang besar
dalam menularkan penyakit kepada makanan (Depkes RI, 2001).
Berdasarkan
pada hasil penelitian terdapat 73,9% responden memiliki rambut yang tampak
bersih dan rapi. Hasil pengamatan terhadap pakaian yang tampak bersih
penelitian juga menunjukkan bahwa semua responden memiliki kuku yang dipotong
pendek. Tetapi terdapat 20% yang memiliki kuku yang tampak kotor dan berwarna
hitam.
Islam adalah perintis pertama yang berbicara tentang bakteri dan
kotoran yang dimasukkan dalam istilah “khabats” atau “khataya” atau
“syaithan”. Sebagai contoh adalah sabda Rasulullah saw.:
قَلِّمْ أَظَافِرَكَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ
يَقْعُدُ عَلَى مَا طَالَ تَحْتَهَا
“potonglah kukumu, sesungguhnya syetan duduk (bersembunyi) di
bawah kukumu yang panjang” .
Hadits diatas dengan jelas menunjukkan adanya bakteri yang
tersembunyi di bawah kuku-kuku, seperti bakteri thypoeid, desentri atau
telur cacing. Banyak bakteri yang hidup di bawah kuku yang panjang
dan kotor. Kondisi semacam ini dapat menularkan penyakit, yakni ketika
kita setelah berak tidak mencuci tangan dengan bersih hingga bakteri yang ada
pada tangan berpindah ke makanan. Di antara penyakit yang dipindahkan adalah
semua penyakit yang dibawa lalat terutama typhoeid, solamania, desentri, keracunan
makanan, dan telur cacing terutama cacing aksoris dan ascaris (cacing
gelang, yaitu cacing yang hidup di dalam usus halus manusia) dan cacing pita
dengan segala macamnya.
d) Berdasarkan
pengamatan ada 40% pedagang yang menggunakan celemek saat berjualan.
Celemek
merupakan kain penutup baju yang digunakan sebagai pelindung agar pakaian tetap
bersih. Menurut Moehyi (1992) pakaian kerja yang bersih akan menjamin sanitasi
dan higiene pengolahan makanan karena tidak terdapat debu atau kotoran yang
melekat pada pakaian yang secara tidak langsung dapat menyebabka pencemaran
makanan.
Pengamatan
juga dilakukan terhadap penggunaan penutup kepala pada penjamah makanan. Dari 5
responden ditemukan hanya 20% responden yang menggunakan penutup kepala.
e) Sebagian
besar (96,9%) responden tidak mencuci tangan saat hendak menjamah makanan.
Kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum melayani pembeli merupakan sumber
kontaminan yang cukup berpengaruh terhadap kebersihan bahan makanan.
Depkes
RI (2001) menyatakan kebersihan tangan sangat penting bagi setiap orang
terutama bagi penjamah makanan. Kebiasaan mencuci tangan sangat membantu. dalam mencegah penularan
bakteri dari tangan kepada
makanan.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, 96,6% pedagang makanan jajanan
tradisional menjamah makanan dengan tangan tanpa alas atau perlengkapan
lainnya.
Sentuhan
tangan merupakan penyebab yang paling umum terjadinya pencemaran makanan.
Mikroorganisme yang melekat pada tangan akan berpindah ke dalam makanan dan
akan berkembang biak dalam makanan, terutama dalam makanan jadi. Menurut Moehyi
(1992) memegang makanan secara langsung selain tampak tidak etis juga akan
mengurangi kepercayaan pelanggan. Jadi, selain untuk mencegah pencemaran juga
tidak sesuai dengan etika jika memegang makanan dengan tangan, lebih-lebih jika
hal itu terlihat oleh pelanggan. Hasil pengamatan pada saat penelitian
menunjukkan ada beberapa pedagang makanan jajanan tradisional yang merokok pada
saat menjajakan makanan. Tetapi kegiatan merokok dilakukan pada saat menunggu
pembeli oleh pedagang laki-laki. Menurut Depkes RI (2001) kebiasaan merokok di
lingkungan pengolahan makanan mengandung banyak risiko antara lain bakteri atau
kuman dari mulut dan bibir dapat dipindahkan ke tangan sehingga tangan menjadi
kotor dan akan mengotori makanan, abu rokok dapat jatuh ke dalam makanan serta
dapat menimbulkan bau asap rokok yang dapat mengotori udara.
3)
Higiene
sanitasi peralatan
Disimpulkan bahwa hanya 20%
responden yang sanitasi peralatannya sudah baik, sedangkan sisanya sebesar 80%
responden memiliki sanitasi yang tidak baik dari segi peralatannya.
Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942/Menkes/SK/2003 mengatur tentang
cara untuk menjaga kebersihan peralatan. Berdasarkan pengamatan selama
penelitian tidak ditemukan satupun responden yang melakukan pencucian peralatan
dengan benar. Beberapa responden mencuci peralatan tanpa menggunakan sabun,
peralatan hanya dicelupkan ke dalam seember air pencuci yang sudah kotor.
Beberapa
responden lainnya mengeringkan peralatan dengan menggunakan lap/serbet yang
berfungsi untuk berbagai keperluan. Misalnya, untuk membersihkan sarana penjaja
yang kotor, mengeringkan peralatan yang basah, bahkan untuk menyeka keringat di
dahi. Selain itu, peralatan yang sudah dicuci diletakkan di atas makanan atau
di sarana penjaja dalam keadaan terbuka.
Hasil
pengamatan juga menunjukkan ada 30 % pedagang makanan jajanan yang menggunakan
peralatan dengan fungsi yang bercampur baur. Menurut Depkes RI (2000) peralatan
yang digunakan campur baur akan menimbulkan kontaminasi silang (cross contamination).
Berdasarkan
pengamatan, 20% pedagang makanan jajanan tradisional yang menggunakan peralatan
yang sudah patah, gompel, penyok, tergores atau retak. Menurut Depkes RI (2000)
peralatan yang sudah retak, gompel atau pecah selain dapat menimbulkan
kecelakaan (melukai tangan) juga menjadi sumber pengumpulan kotoran karena
tidak akan dapat dibersihkan sempurna.
4)
Sanitasi
Penyjian Makanan Jajanan
Berdasarkan
hasil penelitian terdapat 25% responden yang menyajikan makanan jajanan dalam
keadaan sanitasi yang tidak baik. Hasil pengamatan menunjukkan sebanyak 75% responden menjajakan dagangannya dalam
keadaan terbuka. Kalaupun ada yang ditutup, hanya sesekali saja ketika sedang
tidak ada pembeli. Penutup yang digunakan sebagian berupa selembar plastik yang
sudah tampak kotor. Penutup makanan jajanan tidak ada atau kurang memadai,
misalnya hanya ditutup selembar kertas atau daun pisang. Sehingga lalat banyak
menghinggapi makanan jajanan tersebut. sarana penjaja makanan berupa lemari
makanan yang dipajang di warung dan kantin sebagian besar dalam keadaan tidak
tertutup. Kalaupun ada, penutup itu hanya berupa kain bekas gorden tipis yang
jarang sekali dirapatkan terutama ketika tamu sedang ramai.
Menjajakan
makanan dalam keadaan terbuka dapat meningkatkan risiko tercemarnya makanan
oleh lingkungan, baik melalui udara, debu, asap kendaraan, bahkan serangga.
Makanan yang dijajakan di pinggir jalan akan sangat mudah terpapar debu dan
asap kendaraan yang berterbangan.
Berdasarkan
pada pengamatan terdapat 60% responden membungkus makanan jajanan dengan
menggunakanpembungkus yang dapat mencemari makanan, misalnya menggunakan kertas
koran dan kantong kresek berwarna.
Beberapa
kertas non kemasan (kertas koran dan majalah) yang sering digunakan untuk
membungkus pangan, terdeteksi mengandung timbal (Pb) melebihi batas yang
ditentukan. Banyak makanan jajanan seperti gorengan dibungkus dengan koran
karena pengetahuan yang kurang, padahal bahan yang panas dan berlemak
mempermudah berpindahnya timbal ke makanan tersebut (Jaringan Informasi Pangan
dan Gizi, 2008). Menurut Sartono (2002) timbale terdapat pada kertas koran dan
majalah karena terdapat pada tinta cetak. Efek toksik timbale terutama pada
otak dan sistem saraf pusat. Akibat keracunan timbal ialah gangguan sistem
saraf pusat, saluran cerna dan dapat juga timbul anemia.
Kantong
plastik kresek berwarna terutama yang berwarna hitam kebanyakan
merupakan produk daur ulang yang sering digunakan untuk mewadahi makanan. Dalam
proses daur ulang tersebut riwayat penggunaan sebelumnya tidak diketahui,
apakah bekas wadah pestisida, limbah rumah sakit, kotoran hewan atau manusia,
limbah logam berat dan lain-lain. Dalam proses tersebut juga ditambahkan
berbagai bahan kimia yang menambah dampak bahayanya bagi kesehatan (BPOM RI,
2009).
Dalam hal menjaga kebersihan makanan, agar tidak terkena hama penyakit,
Rasullah Saw bersabda:
Arinya: tutuplah bejana dan tempat minum, sebab
seseungguhnya dalam setahun ada
satu waktu wabah penyakit diturunkan, bila wabah itu lewat
sedang makanan/minuman terbuka, maka wabah tersebut akan masuk kedalamnya(HR.Ahmad dan
Muslim)
5)
Higiene
sanitasi tempat dan fasilitasnya
Berdasarkan hasil penelitian dari 5
responden terdapat 25% responden memiliki sarana penjaja yang sudah baik dan
terdapat 75% responden yang memiliki sarana penjaja yang sanitasinya tidak
baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (78,3%) responden
memiliki sarana penjaja yang terbuka, sehingga tidak dapat melindungi makanan
dari pencemaran.
Kontruksi
sarana penjaja yang tidak tertutup tersebut dapat memungkinkan terjadinya
pencemaran. Menurut Moehyi (1992) apabila tempat memajang makanan tertutup
rapat kemungkinan terjadinya pencemaran makanan akan menjadi kecil.
Berdasarkan
pengamatan, bahan sarana penjaja makanan jajanan tradisional dibuat dari kayu,
papan, kaca dan seng. Bahan dari kayu dan papan yang tidak dicat biasanya sudah
dalam keadaan kotor, lembab dan berwarna kehitaman karena jamur. Sarana penjaja
makanan jajanan yang dibuat dari kayu yang dicat lebih mudah dibersihkan
dibandingkan dengan papan yang tidak dicat.
Selain
itu, ada juga sarana penjaja makanan yang dibuat dari seng dan kaca. Namun
sarana penjaja ini juga masih tampak tidak bersih dikarenakan pedagang makanan
enggan membersihkannya terutama ketika pembeli sedang ramai.
Persyaratan
lain mengenai sarana penjaja makanan adalah konstruksi sarana penjaja harus
tersedia tempat untuk air bersih, penyimpanan bahan makanan, penyimpanan
makanan jadi/siap disajikan, penyimpanan peralatan, tempat cuci (alat, tangan,
bahan makanan) dan tempat sampah.
Berdasarkan
pengamatan, tidak ada satupun sarana penjaja makanan jajanan tradisional yang
memiliki fasilitas yang lengkap seperti yang diatur dalam Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942/Menkes/SK/2003. Sarana penjaja yang
dimiliki oleh pedagang makanan jajanan tradisional biasanya hanya tersedia satu
atau dua ruang penyimpanan saja yang digunakan untuk menyimpan berbagai
peralatan, makanan jadi dan sebagainya yang digabung.
Selanjutnya Islam pun memberikan
tuntunan dalam hal menjaga kesehatan lingkungan, yang diungkapkan dalam hadist:
Artinya: Maka
bersihkanlah pekaranganmu
dan ruang tempat tinggalmu, dan janganlah Kamu seperti orang yahudi yang menumpuk-numpuk sampah
diruma.
(HR.Al-Bazzar)
Artinya: jauhilah
hal-hal yang menyebabkakn timbulnya 3(tiga) laknat: membuang
kotoran Di sumber air
bersih,dijalan raya dan ditempat berteduh.(HR.Abu Daud)
6)
Dampak
Pencemaran Mikroba Pada Makanan Jajanan
Dari
hasil wawancara terhadap 5 konsumen makanan jajanan pasar 1 konsumen menyatakan
dirinya terkena Deman tifoid (penyakit tifus). 1 konsumen sering terkena Batuk.
Hal ini menunjukkan bahwa Makanan yang
terkontaminasi dapat menimbulkan gejala penyakit baik infeksi maupun keracunan.
Kontaminasi makanan
adalah terdapatnya bahan atau organisme berbahaya dalam makanan secara tidak
sengaja. Bahan atau organism berbahaya tersebut disebut kontaminan. Terdapatnya
kontaminan dalam makanan dapat berlangsung melalui 2 (dua) cara yaitu
kontaminasi langsung dan kontaminasi silang. Kontaminasi langsung adalah
kontaminasi yang terjadi pada bahan makanan mentah, baik tanaman maupun hewan
yang diperoleh dari tempat hidup atau asal bahan makanan tersebut. Sedangkan
kontaminasi silang adalah kontaminasi pada bahan makanan mentah maupun makanan
masak melalui perantara. Bahan kontaminan dapat berada dalam makanan melalui
berbagai pembawa antara lain serangga, tikus, peralatan ataupun manusia yang
menangani makanan tersebut yang biasanya meru-pakan perantara utama.
Pencemaran mikrobia di dalam makanan dapat berasal dari
lingkungan, bahan-bahan mentah, air, alat-alat yang digunakan dan manusia yang
ada hubungannya dengan proses pembuatan sampai siap disantap. Jenis mikrobia
yang sering menjadi pencemar bagi makanan salah satunya adalah bakteri. Bakteri
yang mengkontaminasi makanan dapat berasal dari tempat/bangunan, peralatan,
orang dan bahan makanan.
Bakteri terdapat dimana-mana misalnya dalam air, tanah,
udara, tanaman, hewan dan manusia. Di dalam pengolahan makanan, bakteri dapat
berasal dari pekerja, bahan mentah, lingkungan, binatang dan fomite
(benda-benda mati). Sumber-sumber ini dapat menyebarkan bakteri yang mungkin
menyebabkan pembusukan makanan atau tersebarnya suatu penyakit. Bakteri yang
tinggal dalam usus dapat pindah ke dalam makanan jika penjamah makanan tidak
mencuci tangan dengan benar setelah menggunakan kamar kecil. Mencuci tangan
yang benar sangat penting setelah menggunakan toilet, tidak hanya setelah buang
air besar, karena bakteri patogen juga dapat diperoleh dari pengguna toilet
sebelumnya melalui pegangan pintu, keran dan handuk pengering.
Bakteri patogen
di dalam makanan juga dapat menyebabkan keracunan makanan. Hal ini disebabkan
oleh tertelannya racun (toksin) yang diproduksi oleh bakteri selama tumbuh
dalam makanan. Gejala keracunan makanan oleh bakteri dapat berupa sakit perut,
diare, mual, muntah atau kelumpuhan. Bakteri yang tergolong ke dalam bakteri
penyebab keracunan misalnya Staphylococcus
aureus, Clostridium perfringens, Bacillus cereus yang memproduksi racun
yang menyerang saluran pencernaan (Badan POM, 2002)
KESIMPULAN
1) Pada
hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek hygiene dan sanitasi makanan dipasar
jajanan ditinjau dari aspek hygiene sanitasi personal 25%
2) Pada
hasil penelitian aspek hygiene sanitas tempat dan fasilitasnya 35%
3) Pada
hasil penelitian aspek hygiene sanitasi peralatan sangat rendah yaitu mencapai
skor 20%
SARAN
1) Sebaiknya
diberikan pelatihan dan penyuluhan tentang higiene dan sanitasi makanan kepada
seluruh pedagang makanan jajanan secara berkesinambungan.
2) Sebaiknya
dilakukan pengawasan dan pembinaan oleh Dinas Kesehatan Kota Malang terhadap
seluruh pedagang makanan jajanan.
3) Peningkatan
pengetahuan konsumen makanan jajanan tentang keamanan dan keracunan makanan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Antara,
Dr. Nyoman Semadi. 2004, Menyehatkan Makanan Jajanan [online], dari http://balipost@indo.net.id,
[25 April 2008]
2. Badan
Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2008. Jenis Bahan Kemasan
Plastik, Buletin Keamanan Pangan 14 : 14-15.
3. Depkes
RI. 2000, Prinsip-Prinsip Hygiene dan Sanitasi Makanan, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
4. Djaja,
I Made. 2008, Kontaminasi E.Coli Pada Makanan Dari Tiga Jenis Tempat
Pengelolaan Makanan (TPM) di Jakarta Selatan 2003, Makara Kesehatan 12 (1):
36- 41.
5. Negara
Urusan Pangan Republik Indonesia, Jakarta, pp. 597-603.
6. Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang
Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan, Depkes RI.
7. Khomsan,
Ali. 2003, Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan, PT Grasindo, Jakarta.
8. Kusmayadi,
Ayi dan Dadang Sukandar. 2007, Cara Memilih dan Mengolah Makanan untuk Perbaikan
Gizi Masyarakat.
[on line]. Special Programme For Food Security: Asia
Indonesia, dari webmaster@deptan.go.id.
Diakses [12 Mei 2009]
9. Santoso,
Soegeng dan Anne Lies Ranti. 1999. Kesehatan dan Gizi. Penerbit PT
Rineka Cipta, Jakarta.
10. WHO.
2006, Penyakit Bawaan Makanan : Fokus Pendidikan Kesehatan, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
1 Slamet,
Juli Soemirat. 1994, Kesehatan Lingkungan, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Susanna,
Dewi dan Budi Hartono. 2003, ‘Pemantauan Kualitas Makanan Ketoprak dan
Gado-Gado di Lingkungan Kampus UI Depok Melalui Pemeriksaan Bakteriologis’ Makara
Seri Kesehatan 7(1) : 21-29.
1 Thaheer, Hermawan. 2005, Sistem Manajemen
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point), PT. Bumi Aksara, Jakarta.
Ingin mendapatkan Prediksi secara gratis, ayuk kunjungi link yang kami berikan https://id.pinterest.com/pin/836754805749731829/
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus