Makalah Teori Pembelajaran
Neurosains
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Belajar
dan Pembelajaran
Yang Dibina Oleh Bpk. Husamah
Disusun
Oleh :
Desi Wulansari 201210070311166
Program Studi
Pendidikan Biologi
Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas
Muhammadiyah Malang
KATA
PENGANTAR
Segala puja dan
puji syukur kami
panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Teori Pembelajaran Neurosains ini dengan baik. Selain itu juga saya ucapkan
terima kasih kepada:
1. Yang
terhormat Bapak Husamah, S.pd. selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Belajar dan
Pembelajaran.
2. Teman-teman yang
tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan saran dan masukan
untuk kesempurnaan portofolio ini.
Kami
menyadari bahwa terdapat banyak
kekurangan yang terdapat pada Makalah ini
sebagai
akibat dari keterbatasan dari pengetahuan kami. Sehubungan dengan hal tersebut,kami
akan selalu membuka diri untuk menerima
segala kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak. Semoga Makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.
Malang,
1 April 2013
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan
masalah ........................................................................................ 2
1.3 Tujuan
……………………………………………………………………...2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi
neurosains ………………………………………………………..6
2.2 Mekanisme kerja otak …………………………………………………….6
2.3 mekanisme mengingat suatu informasi …………………………………...8
2.4 aplikasi neurosains dalam pembelajaran ………………………………….11
2.5 kelebihan
dan kekurangan neurosains …………………………………….14
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………….. 15
3.2 Saran ………………………………………………………………………15
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….16
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Tidak ada seorang pun di
dunia ini, yang ketika lahir telah dapat berbicara lancar dengan menguasai 500
kosakata, mendapatkan IPK terbaik, menjadi Dosen/ Ilmuwan Biologi tanpa adanya
proses yang panjang. Proses inilah yang melibatkan peran otak sebagai struktur
yang kompleks. Rakhmat (2005) mengungkapkan bahwa otak mengatur seluruh fungsi
tubuh; mengendalikan kebanyakan perilaku dasar manusia seperti halnya makan,
tidur, dan menghangatkan tubuh. Otak bertanggung jawab atas penciptaan
peradaban, musik, seni, ilmu, dan bahasa. Terdapat seratus miliar neuron atau
sel saraf di dalam otak. Diperkirakan dalam satu otak manusia, jumlah
interkoneksi di antara sel-sel saraf lebih besar dari jumlah atom di alam
semesta.
Rakhmat (2005) mengungkapkan
bahwa perkembangan otak hampir mirip perkembangan alam semesta. Jika alam
semesta lahir karena ledakan dahsyat, The
Big Bang, maka perkembangan otak juga dimulai dengan overproduksi neuron
pada minggu-minggu petama kehamilan. Setiap hari diproduksi 250.000 neuroblast, sel saraf yang belum matang.
Bagian otak paling dalam menjadi penuh sesak. Neuron-neuron tersebut bermigrasi
ke lapisan otak paling luar.
Rakhmat (2005)
mengungkapkan bahwa neuron-neuron yang menuju lapisan otak paling luar harus
menempuh perjalanan panjang. Neuron-neuron ini menempel pada sel glial, merayap
dengan kecepatan 60 per sejuta meter setiap jam, dan berhenti di berbagai
tempat, tidak semuanya menuju lapisan terluar otak. Pada saat mencapai daerah
yang menjadi tujuannya, neuron-neuron ini bergabung dengan neuron lain,
membentuk koloni-koloni neuron dengan masing-masing tugas yang khas. Terdapat
koloni yang berperan sebagai sistem visual, sistem pendengaran, dan sebagainya.
Profesor Marian
Diamond dalam Rakhmat (2005) mengungkapkan bahwa otak dapat berubah secara
positif jika dihadapkan pada lingkungan yang diberi rangsangan, dan otak akan
dapat menjadi negatif jika tidak diberi rangsangan. Berkaitan dengan hal
tersebut, maka sangat penting menghadirkan lingkungan yang mampu merangsang
siswa untuk dapat mengaktifkan otaknya. Lingkungan yang merangsang ini perlu
dihadirkan dalam kondisi yang bervariasi. Mekanisme kerja otak sangat
memberikan kedudukan yang penting dalam memahami setiap perubahan tingkah laku
belajar yang dilakukan oleh seseorang. Berkaitan dengan hal itulah, maka
penulis ingin memberikan penjelasan mengenai mekanisme kerja otak pada teori
Neurosains dalam pengaturan informasi yang akan mendukung peran kita sebagai
seorang pendidik.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apakah definisi dari neurosains?
2.
Bagaimana mekanisme kerja otak yang berkaitan dengan kecakapan belajar?
3.
Bagaimana mekanisme mengingat suatu informasi?
4.
Bagaimana aplikasi neurosains dalam pembelajaran?
5.
Apa kelebihan dan kekurangan neurosains?
1.3 Tujuan
1.
Untuk menjelaskan definisi dari Neurosains
2.
Untuk menjelaskan mekanisme kerja otak yang berkaitan dengan kecakapan
belajar
3.
Untuk menjelaskan mekanisme mengingat suatu informasi
4.
Untuk mengetahui cara mengaplikasikan neurosains dalam pembelajaran.
5.
Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan neurosains.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi Neurosains
Neurosains merupakan
satu bidang kajian mengenai sistem saraf yang ada di dalam otak manusia.
Neurosains juga mengkaji mengenai kesadaran dan kepekaan otak dari segi
biologi, persepsi, ingatan, dan kaitannya dengan pembelajaran. Bagi teori
Neurosains, sistem saraf dan otak merupakan asas fisikal bagi proses
pembelajaran manusia. Neurosains dapat membuat hubungan diantara proses
kognitif yang terdapat di dalam otak dengan tingkah laku yang akan dihasilkan.
Hal ini dapat diartikan bahwa, setiap perintah yang diproses oleh otak akan
mengaktifkan daerah-daerah penting otak (Harun, 2003).
Neurosains adalah suatu bidang penelitian saintifik
tentang sistem saraf, utamanya
otak. Neurosains merupakan penelitian tentang otak dan pikiran. Studi tentang
otak menjadi landasan dalam pemahaman tentang bagaimana kita merasa dan
berinteraksi dengan dunia luar dan khususnya apa yang dialami manusia dan
bagaimana manusia mempengaruhi yang lain (Schneider, 2011).
2.2 Otak Sebagai Struktur yang Kompleks
Rakhmat (2005) mengungkapkan bahwa otak masing-masing yang beratnya
hanya tiga pon, mempunyai 100 miliar neuron, 16 kali lebih banyak dari jumlah
penduduk bumi, atau kira-kira sama banyaknya dengan jumlah bintang di
galaksi Bimasakti. Setiap neuron mempunyai cabang hingga 10 ribu cabang
dendrit, yang dapat membangun sejumlah satu kuadrilion koneksi komunikasi.
Jumlah yang dahsyat itu ternyata hanya setengah dari jumlah neuron yang
dibekalkan Tuhan kepada kita pada empat bulan pertama kehamilan.
Masing-masing neuron memperoleh “jati dirinya” yaitu sebagai neuron
visual atau neuron pendengaran ketika neuron tersebut berhenti di suatu tempat
yang nantinya akan menjadi tempat datangnya informasi visual atau pendengaran.
Pada saat inilah, setiap neuron membangun dendrit dan akson untuk berkomunikasi
dengan dendrit dan akson lainnya. Akson dan dendrit berkomunikasi dengan
mengirimkan zat kimia, neurotransmiter, melalui sinapsis. Setiap neuron
dimungkinkan mampu berkomunikasi melalui 100.000 sinapsis. Zat-zat kimia disebut
secara teknis sebagai faktor trofik yang mengatur di mana dan bagaimana akson
harus berhubungan serta membuat koneksi-koneksi.
Rakhmat (2005) mengungkapkan bahwa selama perjalanan, neuron-neuron
merayap di atas sel-sel glial, yang menjadi penunjuk jalan, pelindung, dan
pemeliharanya. Terdapat dua macam sel glial: yang pertama mengontrol
metabolisme dan fungsi neuron, yang lainnya membungkus akson dengan zat lemak
yang disebut mielin. Mielin mengatur seberapa cepat akson menyampaikan
informasi. Setelah neuron mencapai tujuannnya, sel-sel glial masih tetap
tinggal, walaupun bentuk dan sifat-sifat molekulnya berubah. Tempat dimana
berhentinya suatu neuron, menentukan sikap-sikap kita dan sikap kita.
Rakhmat (2005) mengungkapkan bahwa perjalanan neuron dari tempat asal ke
tempat tujuan tidak selalu berjalan mulus. Terdapat neuron yang berhenti di
tengah jalan, ada yang terus berjalan untuk menghidupkan atau mematikan
pengendalian genetis yang terdapat di dalamnya, serta ada juga neuron yang mati
karena pengaruh lingkungan. Banyak faktor yang mengganggu migrasi neuron yang
berasal dari lingkungan termasuk radiasi, mutasi genetis, obat-obatan, dan
stres.
Apabila tidak ada gangguan dalam lingkungan prenatal (sebelum
kelahiran), bayi lahir dengan bekal sebanyak 100 miliar neuron dengan
koneksi-koneksi awal, akan tetapi otak masih belum terbentuk secara sempurna.
Otak neonatal hanyalah sebuah lukisan berbentuk sketsa, yang sama sekali belum
sempurna dan lingkunganlah yang akan melengkapinya atau bahkan akan mengabaikannya.
Penyempurnaan otak ini memiliki batas waktu dan inilah yang disebut jendela
peluang. Proses penyempurnaan koneksi-koneksi dendrit akan terhenti, begitu
jendela peluang tertutup.
Waktu tiga tahun adalah waktu peluang bagi mata untuk memperkuat koneksi
dan jika waktu tiga tahun terlewati, maka “sketsa” sistem visual bayi akan
tetap menjadi sketsa. Setelah tiga tahun, jendela peluang akan tertutup. Sousa
mengungkapkan bahwa jendela peluang ini adalah periode ketika otak memerlukan
jenis-jenis masukan tertentu untuk menciptakan atau menstabilkan struktur yang
bertahan lama.
Rakhmat (2005) mengungkapkan bahwa jendela peluang tersebut bukan hanya
terdapat pada proses penglihatan, tetapi juga kemampuan linguistik, gerakan,
perasaan, musik, matematika, logika, dan sebagainya. Jendela peluang ini adalah
periode kritis dan masa terbukanya jendela-jendela peluang ini berbeda-beda.
Jendela peluang untuk belajar bahasa mulai terbuka pada usia dua bulan. Bayi
menguasai sekitar sepuluh kata per hari, sehingga ia menguasai sekitar 900 kata
pada usia tiga tahun, dan terus-menrus meningkat sampai 3.000 kata pada usia
lima tahun.
Rakhmat (2005) mengungkapkan bahwa jendela peluang untuk berbahasa tetap
terbuka sepanjang hidup kita. Tetapi beberapa komponen bahasa tertutup lebih
awal. Jendela bahasa tutur (spoken
language) tertutup pada usia sepuluh atau sebelas tahun. Walaupun terdapat
jendela-jendela peluang yang memberikan batasan pada kelenturan otak, proses
belajar yang menumbuhkan, melestarikan, dan mengembangkan sel-sel otak dapat
berlanjut sampai usia tua. Kapan saja otak kita mempelajari sesuatu yang baru,
atau menghadapi tantangan, atau membuat kebiasaan-kebiasaan baru, maka otak
akan menghasilkan cabang-cabang dendrit yang baru.
Buzan (2005) menjelaskan bahwa otak manusia berevolusi dengan urutan
sebagai berikut:
v
Batang otak, mengendalikan fungsi-fungsi penyangga kehidupan, misalnya
pernafasan dan laju denyut jantung
v
Serebelum, atau otak kecil, mengendalikan gerakan tubuh dalam ruang dan
menyimpan ingatan untuk respon-respon dasar yang dipelajari
v
Sistem limbik, yang posisinya sedikit lebih ke depan dan terdiri atas
thalamus dan ganglia basal atau otak tengah. Sistem limbik penting bagi
pembelajaran dan ingatan jangka pendek tetapi juga menjaga homeostasis di dalam
tubuh (tekanan darah, suhu tubuh, dan kadar gula darah)
Serebrum, atau korteks serebral, membungkus seluruh otak dan posisinya
berada di depan. Serebrum adalah karya besar evolusi alam dan bertanggung jawab
atas berbagai keterampilan termasuk ingatan, komunikasi, pembuatan keputusan,
dan kreativitas.
2.3 Mekanisme Kerja Otak yang Berkaitan dengan Kecakapan Belajar
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Profesor Marian Diamond dalam
Rakhmat (2005) dapat diketahui bahwa medulla mampu mengatur detak jantung dan
proses respirasi. Panjang medulla hanya beberapa inci, dan sama panjang yang
dimiliki oleh otak simpanse, namun kapasitas medulla pada manusia berkembang
tiga kali lipat daripada simpanse. Serebelum (otak kecil) berada di sebelah
medulla.
Rakhmat (2005) mengungkapkan bahwa serebelum ini bertanggung jawab dalam
proses koordinasi dan keseimbangan serta kemampuan dalam proses belajar dan
berbicara. Otak mengalami evolusi yang salah satunya dapat dicontohkan dengan
peristiwa melipatnya korteks dan bagian otak yang terakhir berevolusi ialah
lobus frontal. Lobus frontal inilah yang memberikan peranan penting dalam pembentukan
kepribadian anda, perencanaan masa depan, serta penataan ide-ide.
Rakhmat (2005) mengungkapkan bahwa bagian otak yang memegang peranan
lainnya ialah area pengendali ucapan (motor
speech area), korteks visual, area yang menggerakkan lengan, tungkai,
jari-jari, bagian yang mengendalikan perasaan, rasa sakit, temperatur,
sentuhan, tekanan, pendengaran, serta adanya sistem limbik. Pada sistem ini
dapat diketahui adanya bagian otak yang berkaitan dengan ketakutan, kemarahan,
emosi, seksualitas, cinta, gairah. Kelenjar pituitari yang memproduksi hormon.
Kemampuan otak untuk menunjukkan dan menghentikan rasa sakit. Cara otak dalam
mengirim pesan-pesan dalam dirinya di seluruh tubuh, pesan yang secara
terus-menerus mengubah impuls-impuls listrik menjadi aliran-aliran kimiawi.
Profesor Marian Diamond dalam Rakhmat (2005) mengungkapkan bahwa betapa
dinamisnya otak manusia, otak mampu berubah pada usia berapa pun, sejak lahir
sampai akhir kehidupan. Otak dapat berubah secara positif jika dihadapkan pada
lingkungan yang diberi rangsangan, dan otak akan dapat menjadi negatif jika
tidak diberi rangsangan. Pernyataan Profesor Marian Diamond ini menumbangkan
mitos-mitos yang selama berabad-abad dipercayai para ilmuwan dan orang awam
sekaligus. Mitos yang pertama ialah otak sepenuhnya ditentukan secara genetis,
karena keturunan. Mitos kedua mengatakan bahwa otak kita mengerut dalam
perjalan waktu, karena ketuaan.
Seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi dan banyaknya
penemuan-penemuan baru dalam teknologi otak maka para ilmuwan mulai meragukan
mitos-mitos yang dahulu mereka percayai. Beberapa penemuan terkait dengan
teknologi otak diantaranya ialah computerized
tomography, scanner yang
menggunakan sinar X untuk memperoleh gambar bagian struktur otak secara terperinci,
positron emission tomography (PET), magnetic resonance imaging (MRI), dan
penemuan neurotransmitter yang
merupakan zat kimia yang menjalankan beberapa fungsi otak.
2.4 Mekanisme Mengingat Informasi
Sistem
Penyandian yang efektif
Wade (2008) mengungkapkan bahwa memori bukanlah duplikat murni dari
suatu pengalaman. Informasi sensorik seperti gambar atau kata-kata kemudian
dirangkum dan disandikan sesegera mungkin setelah kita mendeteksi hal-hal
tersebut. Agar kita dapat mengingat suatu informasi dengan baik, kita harus
melakukan proses penyandian dengan tepat. Pada beberapa jenis informasi
tertentu, proses penyandian yang akurat berjalan otomatis, tanpa memerlukan
usaha.
Wade (2008) mengungkapkan bahwa pengulangan merupakan salah satu teknik
penting agar kita mampu menyimpan informasi memori jangka pendek dan mengingat
kembali informasi yang telah disimpan dalam memori jangka panjang, dengan cara
mempelajari kembali atau mempraktekkan material yang sedang kita pelajari.
Peterson dalam Wade (2008) mengungkapkan bahwa apabila seseorang dicegah dari
melakukan pengulangan, informasi pada memori jangka pendek akan menghilang
dengan cepat. Memori jangka pendek menyimpan berbagai jenis informasi, termasuk
di dalamnya informasi visual dan pemahaman abstrak.
Wade (2008) mengungkapkan bahwa terdapat berbagai strategi pengulangan
yang lebih efektif dibandingkan strategi lainnya, satu strategi yang lazim
digunakan adalah maintenance rehearsal
(pengulangan pemeliharaan) yakni metode pengulangan yang melibatkan penghafalan
harafiah secara berulang-ulang, pengulangan ini berguna untuk menyimpan suatu
informasi di memori jangka pendek, dan tidak akan menjamin informasi tersebut
pasti akan dipindahkan ke memori jangka panjang.
Wade (2008) mengungkapkan bahwa apabila akan mengingat suatu informasi
yang telah lama, strategi pengulangan yang lebih baik adalah elaboration rehearsal (pengulangan
elaboratif). Elaborasi melibatkan pengasosiasian informasi-informasi baru
dengan materi yang telah terlebih dahulu tersimpan atau dengan fakta-fakta baru
lainnya. Metode ini juga dapat melibatkan proses analisis berupa fisik,
sensorik, atau kategori semantik dari sebuah objek.
Craik dan Lockhart dalam Wade (2008) mengungkapkan bahwa Deep processing (pemrosesan mendalam)
adalah strategi untuk memperpanjang ingatan yang kita miliki mengenai sesuatu,
strategi ini terkait dengan pemrosesan makna. Apabila kita hanya memproses
elemen fisik atau indrawi dari suatu stimulus, pemrosesan yang terjadi akan
dangkal, terlepas dari apakah kita melakukan elaborasi atau tidak. Shallow processing (pemrosesan
mendangkal) terkadang memiliki kegunaan khusus.
Wade (2008) mengungkapkan bahwa saat kta sedang berusaha menghafal
sebuah puisi, misalnya kita seharusnya memperhatikan (dan melakukan penyandian
secara elaboratif) pengucapan kata dan pola ritme puisi tersebut; tidak
semata-mata memperhatikan makna puisi tersebut. Meski demikian, seringkali deep processing lebih efektif. Inilah
alasan yang menyebabkan saat kita berusaha mengingat sesuatu yang tidak
bermakna atau tidak penting, biasanya ingatan tersebut hilang dengan
cepat.
Hormon
dan Memori
Wade (2008) mengungkapkan bahwa hormon-hormon yang dilepaskan oileh
kelenjar adrenal selama stres dan selama periode rangsangan emosi yaitu
mencakup epinephrine (adrenalin) dan beberapa jenis steroid yang akan
meningkatkan kemmapuan memori kita. Adanya ketertarikan (arousal) terhadap stimulus memberikan petunjuk pada otak bahwa
suatu peristiwa atau potongan informasi merupakan hal yang penting, yang harus
disandikan dan disimpan sehingga dapat digunakan kembali pada masa depan. Namun
arousal yang ekstrim bukanlah merupakan
sesuatu yang baik.
Hormon yang diproduksi dalam kelenjar adrenal dapat mempengaruhi proses
penyimpanan informasi yang terdapat di otak karena epinephrine mampu
meningkatkan kadar glukosa dalam darah. Gold dalam Wade (2008) mengungkapkan
bahwa, walaupun epinephrine tidak memasuki bagian otak secara langsung, glukosa
akan memasuki bagian otak. Saat memasuki bagian otak, glukosa meningkatkan
kemampuan memori, baik secara langsung atau tidak langsung, yakni dengan
mempengaruhi efek neurotransmiter. Dalam berbagai kasus, glukosa sepertinya
berlaku sebagai bahan bakar untuk otak kita, di saat area-area otak berada
dalam keadaan aktif, area-area tersebut akan mengkonsumsi glukosa lebih banyak.
2.5 Aplikasi Neurosains dalam Pembelajaran
Sistem pendidikan saat ini cenderung
mengarahkan peserta didik untuk hanya menerima satu jawaban dari guru untuk
kemudian diulangi oleh peserta didik dengan baik pada saat ujian. Tidak ada
ruang untuk berpikir lateral, berpikir alternatif, mencari alternatif jawaban
lain, dan keterbukaan. Potensi berpikir anak-anak ini, secara tidak sengaja
telah dipasung dan dihambat perkembangan otaknya (Rianawaty, 2011).
Pada dasarnya setiap siswa telah
dianugerahkan kecerdaasan yang luar biasa. Hal ini tentunya tidak dapat
dipisahkan dari peran otak sebagai penyusun informasi. Otak mampu menyusun
ulang informasi dengan informasi yang telah ada sebelumnya sehingga akhirnya
tercipta ide atau gagasan yang telah diperbarui. Proses pembelajaran yang
dikembangkan seharusnya mampu memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk
mengoptimalkan kecerdasan otaknya.
Neurosains memberikan peran penting dalam
membentuk pemahaman terhadap kegiatan belajar. Banyak ahli dari pakar teori
belajar mengemukakan pandangan yang berbeda terhadap kegiatan belajar tersebut.
Beberepa teori belajar yang akan dikemukakan meliputi teori behaviorisme, teori
kognitivisme, dan teori konsturktivisme.
Budiningsih
(2005: 20) menjelaskan pengertian belajar menurut teori behavioristik merupakan
perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan
respon. Belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal
kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil
interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu
jika mampu menunjukkan perubahan tingkah lakunya.
Para
ahli psikologi kognitif, juga berpendapat bahwa belajar merupakan proses
pengorganisasian struktur kognitif. Pendayagunaan kapasitas kognitif manusia
sudah mulai berjalan sejak manusia nulai mendayagunakan kapasitas motorik dan
sensoriknya. Hanya cara dan intensitas pendayagunaan kapasitas kognitif
tersebut tentu masih belum jelas benar. Argumen yang dikemukakan para ahli
mengenai hal ini antara lain ialah kapasitas sensori dan jasmani seorang bayi
baru lahir tidak mungkin dapat diaktifkan tanpa pengendalian sel-sel otak bayi
tersebut.
Belajar
dalam kaitannya dengan teori kontruktivisme diungkapkan oleh Glasersfeld dan
Matthews dalam Suparno (1997:18) yang menjelaskan bahwa pengetahuan merupakan
hasil konstruksi (bentukan) kita
sendiri dan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan. Pengetahuan merupakan akibat
dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang (meliputi
pembuatan skema, kategori, konsep, dan struktur pengetahuan lainnya). Proses
pembentukan ini berjalan terus menerus dengan setiap kali mengadakan
reorganisasi karena adanya suatu pemahaman yang baru.
Penerapan Neurosains dalam kegiatan
pembelajaran dapat dilakukan dengan penggunaan peta konsep (mind map).
Pembelajaran dengan penggunaan peta konsep ini mampu meningkatkan sikap kreatif
dalam pemunculan ide-ide baru, pemecahan masalah dengan cara yang khas, sikap
imajinatif, dan meningkatkan produktivitas (Buzan, 2005). Buzan (2005) mengungkapkan
bahwa yang termasuk pemikiran kratif adalah kefasihan dalam pemunculan ide-ide
baru, fleksibilitas, dan orisinalitas.
Buzan (2005) mengungkapkan bahwa, untuk
menjadi pribadi yang jenius kreatif, kita perlu membebaskan imajinasi dan
mendorong otak untuk membuat asosiasi-asosiasi yang baru dan lebih kuat di
antara ide-ide yang sudah ada dan ide-ide yang baru dimunculkan. Ketika kita
mengembangkan keterampilan kreatif, kita bukan saja memperbaiki kemampuan untuk
menghasilkan ide-ide yang inovatif dan jalan keluar dari permasalahan,
keterampilan kreatif yang kuat akan meningkatkan kemampuan untuk mengingat
segala sesuatu. Hal ini dikarenakan kreativitas dan ingatan adalah dua proses
mental yang sama persis, dan akan mencapai titik terbaik ketika kita menggunakan
imajinasi dan asosiasi.
Belajar
melibatkan reaksi perjalanan impuls yang berasal dari stimulus lingkungan
belajar. Belajar diawali dari konsepsi visual yang melibatkan peran dari kelima
indera kita dan informasi yang diterima berbentuk kesan sensorik. Informasi
yang ditangkap oleh indera kita ini, tidak semuanya dapat berada pada struktur
kognitif, melainkan akan dipilih mana informasi yang relevan dengan konsep atau
sesuatu yang akan kita pelajari atau cari tahu. Informasi yang relevan akan
menuju memori jangka pendek yang telah berubah menjadi informasi dalam bentuk
kata atau frase. Informasi ini kemudian akan dikirim ke memori jangka panjang.
Belajar dengan memahami makna dari setiap konsep yang dipelajari akan
memberikan kemudahan dalam hal “pemanggilan” informasi jika dibutuhkan
dibandingkan dengan belajar yang bersifat hafalan.
Belajar
bermakna berhubungan dengan cara informasi atau materi yang disajikan pada
siswa, melalui penemuan atau penerimaan. Belajar penerimaan menyajikan materi
dalam bentuk final, dan belajar penemuan mengharuskan siswa untuk menemukan
sendiri sebagian atau seluruh materi yang diajarkan. Kemudian materi-materi
dihubungkan dengan informasi atau materi pelajaran pada struktur kognitif yang
telah dimiliki para siswa (Dahar, 1988).
2.6
Kelebihan
dan Kekurangan Pembelajaran Neurosains
Rianawaty (2011) mengungkapkan bahwa sebagai suatu teori
pembelajaran berbasis kemampuan otak (Neuroscience), tentu saja memiliki
kelebihan dan kelemahan. Kelebihan-kelebihannya adalah sebagai berikut:
1. Memberikan suatu pemikiran baru
tentang bagaimana otak manusia bekerja.
2. Memperhatikan kerja alamiah otak si
pembelajar dalam proses pembelajaran.
3. Menciptakan iklim pembelajaran
dimana pembelajar dihormati dan didukung.
4. Menghindari terjadinya pemforsiran
terhadap kerja otak.
5. Dapat menggunakan berbagai
model-model pembelajaran dalam mengaplikasikan teori ini. Dianjurkan untuk
memvariasikan model-model pembelajaran tersebut, supaya potensi pebelajar dapat
dibangunkan.
Kelemahan-kelemahannya adalah sebagai berikut:
1. Tenaga kependidikan di Indonesia
belum sepenuhnya mengetahui tentang teori ini (masih baru).
2. Memerlukan waktu yang tidak sedikit
untuk dapat memahami (mempelajari) bagaimana otak kita bekerja.
3. Memerlukan biaya yang tidak sedikit
dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang baik bagi otak.
4. Memerlukan fasilitas yang memadai
dalam mendukung praktek pembelajaran teori ini.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.
Neurosains merupakan
bidang kajian mengenai kesadaran dan kepekaan otak dari segi biologi, persepsi,
ingatan, dan keterkaitannya terhadap pembelajaran
2.
Kerja otak melibatkan aktivitas neuron, dimana impuls listrik mengalir
dari neuron menuju dendrit melalui akson dan berhenti pada ujung akson yang
membentuk sinapsis kemudian dilanjutkan oleh neutransmiter untuk diterima oleh
penerima khusus pada neuron berikutnya.
3.
Mekanisme mengingat informasi diantaranya ialah melakukan penyandian
dengan tepat, pengulangn, dan pemrosesan makna untuk memperpanjang ingatan.
4.
Penerapan Neurosains dalam kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan
penggunaan peta konsep (mind map).
5.
Pembelajaran Neurosains memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihannya salah satunya ialah memberikan suatu
pemikiran baru tentang bagaimana otak manusia bekerja. Salah satu kelemahannya adalah
memerlukan waktu yang panjang untuk memahaminya dan pembelajaran ini masih
tergolong baru.
3.3 Saran
Mungkin inilah yang diwacanakan pada penulisan
kelompok ini meskipun penulisan ini jauh dari sempurna .Masih banyak kesalahan dari
penulisan kelompok kami, karna kami manusia yang adalah tempat salah dan dosa:
dalam hadits “al insanu minal khotto’ wannisa’, dan kami juga butuh saran/
kritikan agar bisa menjadi motivasi untuk masa depan yang lebih baik daripada
masa sebelumnya. Kami juga mengucapkan terima kasih atas dosen pembimbing mata
kuliah Belajar dan
Pembelajaran Bapak
Husamah, SP.d Yang telah memberi kami tugas kelompok demi
kebaikan diri kita sendiri dan untuk negara dan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Buzan, Tony. 2005. Buku Pintar Mind Map. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Dahar,
R.W. 1988. Teori-teori Belajar.
Departemen Pendidikan danKebudayaan Dirjen Dikti. Proyek Pengembangan Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan : Jakarta
Harun, Jamaluddin. 2003. Teori Pembelajaran serta Kesannya dalam Reka bentuk Aplikasi Multimedia
Pendidikan, (Online), (b.domaindlx.com/infodata/pdf/mdp.pdf), diakses tanggal 03 November 2011
Kalat, W. J. 2010. Biopsikologi. Bandung: Salemba Humanika
Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Belajar Cerdas Belajar Berbasiskan Otak.
Bandung: MLC
Radjah, L. Carolina. 1994. Teori Pengolahan Informasi: Kapabilitas Pemecahan Masalah.
Malang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan IKIP Malang
Wade, Carole dan Tavris, Carol. 2008. Psikologi. Jakarta: Erlangga
Winarno, E. M. 1994. Belajar Motorik. Malang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan IKIP
Malang